Kaji Kembali Kerja Sama Pertahanan dengan Arab Saudi
Anggota Komisi I DPR RI, Supiadin Aries Saputra (F-NasDem)/Foto: Arief/od
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kerja Sama Pertahanan antara Indonesia dengan Arab Saudi perlu dikaji kembali seiring sikap politik Kerajaan Arab Saudi atas konflik Palestina-Israel yang belum jelas. Sikap Arab Saudi cenderung mendukung pernyataan Presiden AS Donal Trump. Sikap politik Arab Saudi atas Palestina ini penting sebelum Indonesia jalin kerja sama pertahanan.
Tidak seperti negara-negara Arab lainnya yang sama-sama mengecam pernyataan Trump, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi cenderung mendukung Israel. Ini jadi poin penting untuk menjalin kerja sama pertahanan. Apalagi sikap politik Indonesia sangat jelas dari dulu hingga sekarang mendukung kemerdekaan Palestina. Anggota Komisi I DPR RI Supiadin Aries Saputra mengemukakan hal itu saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
“Negara-negara Islam menolak pernyataan Trump. Arab Saudi malah diam, bahkan cenderung berpihak ke Amerika. Apakah kita perlu segera menyusun RUU ini dengan kondisi Arab Saudi seperti itu,” ucap politisi Partai Nasdem tersebut, penuh tanda tanya. Untuk itu, sambungnya, perlu dikaji kembali penyusunan RUU ini sebelum Indonesia mendapat kejelasan sikap politik Arab Saudi atas konflik Palestina-Israel.
DPR juga, imbau Supiadin, tak perlu terburu-buru menyusun RUU ini, sambil terus mencermati sikap politik Arab Saudi. Apalagi Presiden Joko Widodo juga merasa kecewa dengan nilai investasi yang reltif kecil dibandingkan dengan Malaysia dan Cina yang diberikan Arab Saudi.
Seperti diketahui, kini Komisi I DPR sedang membahas RUU Kerja Sama Pertahanan Indonesia-Arab Saudi dengan menghadirkan para pakar untuk dimintai masukan terkait RUU ini.
RUU ini sudah diajukan pemeritah sejak 2014 lalu dan masih terus dibahas urgensinya. Kerja sama pertahanan ini membutuhkan sikap politik yang jelas terhadap konflik Palestina-Israel. “Perlu kajian lagi, terutama menunggu sikap politik Arab Saudi terhadap konflik Palestin-Israel. Menurut saya terlalu terburu-buru, karena baru empat tahun ingin menjadikan ini sebagai UU,” kilah Supiadin lagi. (mh/sc)